TRADISI PERNIKAHAN ADAT
PALEMBANG
ILMU BUDAYA DASAR – softskill Kelompok ( TUGAS 1 )
Ratu Anna
Soraya
Rahmat
arifianto
Choirul
Anwar
Adat perkawinan
Palembang adalah suatu pranata yang dilaksanakan berdasarkan budaya dan aturan
Palembang. Melihat adat perkawinan Palembang, jelas terlihat bahwa busana dan
ritual adatnya mewariskan keagungan serta kejayaan raja-raja dinasti Sriwijaya
yang mengalami keemasan berpengaruh di Semananjung Melayu berabad silam. Pada
zaman kesultanan Palembang berdiri sekitar abad 16 lama berselang setelah
runtuhnya dinasti Sriwijaya, dan pasca Kesultanan pada dasarnya perkawinan
ditentukan oleh keluarga besar dengan pertimbangan bobot, bibit dan bebet. Pada
masa sekarang ini perkawinan banyak ditentukan oleh kedua pasang calon mempelai
pengantin itu sendiri. Untuk memperkaya pemahaman dan persiapan pernikahan.

Utusan yang berkunjung itu haruslah orang yang
berpengalaman dan lues dalam berkomunikasi. Karena demikian lues dan piawainya,
keluarga yang dikunjungi tidak mengerti bahwa kunjungan itu sebenarnya bukan
silahturahmi biasa, tapi sedang terjadi suatu ‘penyelidikan’. Peristiwa ini
disebut madik. Utusan yang telah melakukan madik, selanjutnya ditugasi
mengulang kunjungan untuk memastikan keadaan si gadis. Apakah masih kosong atau
sudah ada yang melamar.
Utusan menanyakan status si gadis kepada orang tua
dan pihak keluarganya dalam bahasa sindiran : “Seperti buah itu, apakah ada
yang menyenggung atau belum?” Jika sudah ada yang menyenggung pembicaraan tak
dilanjutkan. Tapi jika belum pembicaraan dilanjutkan ke arah yang lebih serius.
Lain halnya jika orangtua si gadis belum siap menikahkan anak gadisnya karena
alasan usia. Berarti harus mendapatkan informasi dari keluarga lainnya. Semua hasil
pembicaraan harus dilaporkan kepada pengutus.
TAHAPAN
TAHAPAN TRADISI PERNIKAHAN ADAT PALEMBANG :
MILIH
CALON
Calon
dapat diajukan oleh si anak yang akan dikawinkan, dapat juga diajukan oleh
orang tuannya. Bila dicalonkan oleh orang tua, maka mereka akan
menginventariskan dulu siapa-siapa yang akan dicalonkan, anak siapa dan
keturunan dari keluarga siapa.
MADIK
Tahap awal yang dilakukan saat memulai rangkaian
prosesi pernikahan Palembang adalah acara madik, yang berarti mendekati atau
pendekatan. Ini semacam proses penyelidikan keberadaan sang gadis oleh utusan
keluarga pihak pria. Tujuannya untuk mengetahui asal-usul, silsilah keluarga,
sekaligus mencari tahu apakah gadis itu sudah ada yang punya atau belum.
TUNANGAN
Sejak saat itu pasangan gadis dan bujang resmi
ditunangan. Sebagai tanda, akan diberikan hadiah emas berlian. Belakangan ini
bisa diberikan dalam bentuk cincin pertunangan. Pada saat itu dilakukan
juga beberapa tahapan secara adat. Dan selanjutnya kedua keluarga besat itu
akan saling kunjung mengunjungi sambil membawa hantaran aneka ragam benda. Yang
pertama kali mengunjungi umumnya adalah keluarga pihak pria yang kemudian akan
dibalas berkunjung pula oleh pihak keluarga si gadis.
Dalam bulan puasa, malam likuran dan pada malam
hari raya, kedua belah pihak saling bergantian membawa hantaran kerumah
masng-masing. ini tentunya dilakukan saling membalas. Pada malam tersebut si
bjang membantu melakukan persiapan hari raya, baik didalam maupun diluar rumah.
Saat hari raya tiba, si bujang datang kerumah tunangannya untuk menghatur sujud
sambil membawa buah tangan untuk si gadis dan keluarganya. Sebagai balasan
ketika pulang, si gadis mengisi wadah antaran untuk si bujang tunangan dan
keluarganya dirumah.
Keterikatan si bujang semakin dekat. Ini dibuktikan
dari cara pamitan setiap kali si bujang hendak bepergian. Apalagi hendak pergi
jauh misalnya, si bujang harus pamit secara resmi. Si ibu calon mertua akan
mempersiapkan aneka bekal yang mungkin diperlukan si bujang selama
perantauannya.
Sekembalinya dari rantau, si bujang harus melapor
ke rumah si gadis serta menghatur sembah pada calon mertua sebagai tanda
keseriusannya yang tak pernah luntur. Saat itu si bujang, membawa aneka benda
berupa pakaian, makanan maupun buah-buahan yang dibawanya dari rantau. Si
bujang sudah datang tandanya pernikahan tak lama lagi dilangsungkan. Setidaknya
dua minggu sebelum hajatan dilangsungkan. Setidaknya dua minggu sebelum hajatan
dilangsungkan, sudah ada kata sepakat, kapan mas kawin atau gegawan akan
diantarkan.
Bila tiba saatnya, maka si bujang akan mohon kepada
utusan agar bersedia mengantar mas kawin yang telah ditetapkan. Utusan harus
seorang wanita yang dituakan dan ditemani beberapa wanita untuk membawa mas
kawin. Yang diantar bukan cuma mas kawin, tetapi juga belanja dapur, yang pada
mas sekarang disebut ‘uang asap’.Besarnya uang belanja itu pun harus disetujui
ibu si gadis. Jika sudah setuju, maka sejumlah uang belanja tersebut dibungkus
dengan ponjen-ponjen kuning yang diletakkan diatas nampan.
Selanjutnya menentukan kesepakatan adat. Jika yang
disepakati adalah ‘adat tiga turunan’ itu artinya pihak mempelai pria harus
memberi tiga turunan pakaian yang akan dikenakan pihak mempelai wanita. Yakni
pakaian sehari-hari, pakaian untuk bepergian biasa, dan pakaian songket
kebesaran yang biasanya dipakai untuk ‘kondangan’ atau upacara adat.
Selain tiga turunan, ada juga adat buntel kadut,
satu turunan bahkan sampai tujuh turunan, yang diiringi dengan perabotan rumah
tangga, makanan, perhiasan, uang yang dimasukan dalam kertas yang dibentuk
aneka buah dan lain-lain. Semuanya akan dibawa, minimal 40 nampan atau menurut
kesanggupan pihak laki-laki. Itu sebagai wujud kecintaan orangtua sekaligus
untuk meringankan beban pesta pihak si gadis. Bawaan akan diterima dengan baik.
Selanjunya membahas acara mandi simburan, termasuk rencana orangtua si gadis
untuk mengunjungi tetua yang akan menghadiri upacara adat tersebut.
Seminggu sebelum menikah, baik si bujang maupun si
gadis, pantang keluar rumah. Mereka akan ‘dipelihara’ badaniah dan batiniahnya,
seperti dibedaki dengan bedak khusus temanten. Ramuan beras dengan putih telur
ayam, garam, rempah-rempah serta daun sawu abang atau sawo kecik yang
dihaluskan, akan menjadi bedak boreh mujarab. Selain ramuan tadi, dilengkapi
puladengan bertanggas, yaitu duduk diatas kursi sambil diuapi pedupaan berisi
api dan cabe rawit. Upaya ini untuk mengeluarkan keringat sebanyak mungkin,
agar saat bersanding nanti tak lagi banyak mengeluarkan keringat.
Selanjutnya persiapan pesta. Diantaranya, majang
rumah, masang tarub, ngocek bawang besar, dan mengulem atau mengundang
kaum kerabat yang akan terlibat dalam kerja gotong royong. Undangan akan
diantar oleh kaum ibu yang mengenakan busana adat. Sementara kaum bapak akan
melakukan panggilan dan membaleni kemudian diundang untuk menghadiri
pengantin munggah yang berlangsung di pagi hari.
BERASAN
Adalah musyawarah kedua belah pihak keluarga besar
calon mempelai. Pada pertemuan ini akan diputuskan persyaratan pernikahan baik
secara adat maupun secara agama, serta tahap prosesi adat selanjutnya. Syarat
pernikahan secara agama adalah penentuan mahar atau mas kawin. Sementara
persyaratan pernikahan secara adat dilaksanakan sesuai kesepakatan. Apakah Adat
Berangkat Tigo Turun, Adat Berangkat Duo Penyeneng, Adat Berangkat Adat Mudo,
Adat Tebas, atau Adat Buntel Kadut. Masing-masing memiliki persyaratan yang
berbeda.
– Adat
Berangkat Tigo Turun, misalnya, pada seturun pertama berisi selendang songket
lepus, baju kurung songket tabor, kain songket pulir, lalu pada seturun kedua
harus ada kain songket cukitan juga baju kurung angkinan, dan lain lain.
– Adat
Tebas semua persyaratan dikompensasikan dalam bentuk uang.
– Adat
Buntel Kadut, pihak pria harus memberikan sejumlah uang yang telah
dimufakatkan.
MUTUSKE
KATO
Sesuai dengan namanya, pada acara ini kedua
keluarga membuat keputusan mengenai: Hari Nganterke Belanjo, Hari Pernikahan,
Hari Munggah, Hari Nyemputi dan Nganter Pengantin, Ngalie Turon, Pengantin
Becacap atau Mandi Simburan, serta Beratib. Pada acara ini pihak keluarga pria
membawa tujuh tenong berisi gula pasir, tepung terigu, telur itik, emping,
pisang, dan buah-buahan. Perlengkapan lain yang perlu dibawa adalah sebagian
dari beberapa perlengkapan yang harus dipenuhi secara adat. Dan menjelang
pulang, tenong akan dikembalikan dan diisi dengan aneka jajanan khas Palembang.
NGANTERKE BELANJO
Prosesi ini mirip dengan serah-serahan dalam
tradisi Jawa. Pelaksanaannya sebulan atau satu setengah bulan menjelang
pernikahan. Duit Belanjo (uang belanja) dimasukkan dalam ponjen kuning,
dilengkapi 12 nampan pengiring berisi kebutuhan pesta seperti gula pasir,
tepung terigu, telur itik, mentega, minyak goreng, susu, buah kalengan,
kentang, bawang merah, serta kue-kue. Selain itu, pada acara Nganterke Belanjo
ini juga dibawa segala perlengkapan dalam persyaratan adat yang telah
diputuskan dalam Mutuske Kato.
Persiapan
Menjelang Akad Nikah
Ada beberapa ritual yang harus dilakukan oleh calon
pengantin yang dipercaya bermanfaat bagi kesehatan dan kecantikan pengantin
wanita. Ritual tersebut adalah Betangas atau mandi uap, Bebedak, dan
Bepacar. Bepacar atau memakaikan inai ke kuku tangan dan kaki, serta
telapak tangan dan kaki, merupakan tradisi yang dipercaya memiliki kekuatan
magis mengusir makhluk halus dan memberi kesuburan bagi mempelai wanita. Untuk
calon pengantin wanita, ritual harus dilakukan di dalam kamar, sementara untuk
calon pengantin pria cukup di dalam rumah. Setelah ketiga ritual tadi,
dilakukan Mandi Bersih, seperti layaknya Siraman dalam tradisi Jawa, yang berarti
menyucikan calon pengantin.
AKAD
NIKAH
Menurut tradisi Palembang, upacara akad nikah
dilakukan di rumah mempelai pria. Bila dilaksanakan di rumah mempelai wanita
disebut kawin numpang.
MUNGGAH
Merupakan puncak rangkaian prosesi pernikahan adat
Palembang. Dilakukan di rumah mempelai wanita. Maknanya agar kedua
mempelai menjalani hidup berumah tangga dengan timbang rasa, serasi, dan damai.
Sebelum berangkat menuju rumah pengantin wanita, rombongan pengantin pria
membentuk formasi yang disebut barisan terbangan. Pengantin pria diapit dua
orang pria yang salah satunya memegang bunga langsi, pembawa payung dibelakang
pengantin.
Beberapa hari sebelum munggah, si bujang akan
dinikahkan di rumahnya sendiri oleh ayah si gadis yang bertindak sebagai
walinya. Bisa juga oleh penghulu atau hotib kampung. Jika dilakukan hotib atau
penghulu, maka upetinya adalah 2 batu kawin. Usai menikah secara lengkap,
selanjutnya mengarak pacar, sebagai lambang bahwa suami sudah berada disamping
istrinya. Prosesi dilakukan di perahu yang dihiasi lampu warna-warni dan
diiringi tetabuhan yang diarak ke rumah pengantin wanita. Yang diarak ke rumah
pengantin wanita. Yang di arak adalah keris adat pusaka puyang berikut
bunga-bunga. Pengantin pria memakai busana kebesaran aesan gedeh.
Acara munggah atau ngunduh mantu, menandakan bahwa
si bujang sudah dewasa dan berstatus suami. Sebagai penghormatan akan diberi
nama baru. Misalnya nama asli Si Ujang Anom berubah jadi Ratu Timang Alam.
Pertemuan antara pengantin pria dan wanita ditandai
dengan sirih menyapa. Maksudnya, dengan pemberian sirih penyapa, resmilah kedua
pengantin itu berkenalan. Suasana makin khidmad oleh alunan suara pengantin
wanita yang membaca ayat-ayat suci Al-Quran, dan doa keselamatan. Secara
lengkap, ada adat pengasuhan atau penyuapan akhir, adat menimbang sebagai janji
sehidup semati, keramasan/menyacap, mandi simburan, sebaikan, tepung tawar
sampai pacaran. Dan masih banyak acara lainnya, seperti membuka langse atau
membuka tabir. Bentuknya sebuah wadah tandu yang dihiasi kertas ukiran berwujud
burung merak atau garuda, yang nantinya akan dijadikan kelambu dan ditempatkan
diranjang saat suami sudah berada di ruangan pangkeng pengantin.
Tarian Pagar Pengantin
Pada resepsi pernikahan adat Palembang, biasanya
pengantin wanita menarikan satu tarian adat ditemani oleh tiga orang penari.
Tarian yang disebut dengan tari Pagar Pengantin ini menggambarkan tarian
terakhir dari pengantin wanita untuk melepaskan masa lajangnya. Tarian ini
dilakukan didepan pengantin pria, dimana pengantin wanita menari diatas nampan
bertabur bunga mawar. Sebagai gambaran bahwa setelah menikah sang pengantin
wanita hanya akan bertindak di dalam lingkaran, atau dalam ruang gerak yang
lebih terbatas dibandingkan semasa ia masih melajang. Meski bukan merupakan
pakem adat, belakangan tarian ini sering dijadikan puncak prosesi adat
pernikahan Palembang.
SIMBOL
UNIK TRADISI PERNIKAHAN ADAT PALEMBANG :
Konon, ritual dan tradisi adat pernikahan Palembang
merupakan salah satu simbol yang mencerminkan keagungan serta kejayaan dinasti
raja-raja Sriwijaya berabad-abad silam. Kilau keemasan serta simbol kemewahan
dan keagungan terlihat dari rangkaian upacara adat yang menyertakan sejumlah
ornamen warna keemasan dan kain sutera, baik untuk perlengkapan prosesi lamaran,
seserahan, hingga saat pernikahan. Gemerlap warna keemasan juga menjadi titik
pusat keindahan busana mempelai berikut asesorisnya.
Dalam tahap munggah, disebut juga acara puncak.
Acara dimulai dengan kedatangan rombongan keluarga pengantin pria sambil
membawa sejumlah barang antaran, 12 macam, yang berisi tiga set kain songket,
kain batik Palembang, kain jumputan, kosmetik, buah buahan, hasil bumi, aneka
kue, uang dan perhiasan sambil diiringi dengan bunyi rebana.
Setibanya di rumah pengantin wanita, ibu pengantin
wanita membalutkan selembar kain songket motif lepus ke punggung pengantin pria
lalu menariknya menuju kamar pengantin wanita, disebut acara gendong anak
mantu. Sesampainya di depan pintu kamar, dilakukan acara ketok pintu dengan
didampingi utusan yang dituakan, disebut tumbu jero. Setelah pintu dibuka,
pengantin pria membuka kain selubung yang menutupi wajah istrinya yang disebut
acara buka langse.Lalu dilakukan acara suapan dimana orangtua pengantin wanita
menyuapi dengan nasi ketan kunyit dan ayam panggang. Kemudian diadakan acara
cacap-cacapan yaitu orangtua pengantin pria mencacap/mengusap ubun-ubun kedua
pengantin
Dengan air kembang setaman sebagai tanda
pemberian nafkah terakhir. Setelah itu acara sirih panyapo dimana pengantin
wanita memberikan sirih pada suaminya sebagai perlambang dalam hidup keluarga
mereka akan saling memberi dan menerima. Terakhir, diadakan upacara timbang
adat yaitu topi pengantin pria ditimbang sebagai simbol bahwa mereka akan seia
sekata menjalani kehidupan perkawinan.
Kemudian ada keuinkan dari Tari Pagar Pengantin,
merupakan salah satu dari sekian banyak tarian tradisional yang berasal dari
daerah Palembang. Tari Pagar Pengantin ini biasanya ditampilkan pada saat acara
resepsi pernikahan adat Palembang. Tarian yang dilakukan oleh pengantin wanita
ini dijadikan simbol sebagai tarian terakhirnya sebelum kehidupannya berubah
menjadi istri dari seorang lelaki. Dalam melakukan tarian ini, pengantin wanita
didampingi oleh saudara perempuannya yang berjumlah antara 3, 5, atau 7 orang.
Pengantin wanita menari di tengah sebuah baki besar atau dalam bahasa
Palembang-nya disebut dulang dengan disaksikan oleh pengantin pria.
Referensi
: